Rabu, 14 Oktober 2009

Yang Diajarkan Ibu Ichaku Kuajarkan pada Orangtua Muridku: Isabella Fawzi


Biasakan anak-anak membaca dan menulis sejak kecil

Meski saat ini masyarakat bergerak menuju jeman keyboard, anak-anak masih perlu untuk belajar menulis menggunakan tangan. Menulis tangan jauh dari sekadar meletakkan huruf di atas kertas. Itu adalah satu kunci penting dari belajar membaca dan berkomunikasi. Bahkan fakta menurut para ahli, mengembangkan kemampuan menulis menguatkan kemampuan membaca dan begitu pula sebaliknya. Untuk dapat membaca dengan baik, anak-anak perlu memahami huruf serta bunyi yang ditimbulkan serta bagaimana bunyi itu keluar bila huruf-huruf dirangkai menjadi kata. Belajar untuk menulis huruf juga merupakan hal penting dalam memahami hal tersebut.
Menulis tangan penting, sebab anak-anak selalu diminta menggunakannya setiap saat di sekolah taman kanak-kanak hingga sekolah dasar. Anak yang terbiasa dengan tulisan otomatis dari keyboard akan kesulitan saat menulis atau mengerjakan tes, atau menyelesaikan tugas sekolah. Hal ini dapat ditebak, justru akan mempengaruhi rasa percaya diri dan keberadaan diri mereka di sekolah nanti.

Salah satu cara penting membantu anak mengembangkan kemampuan baca-tulis mereka adalah membuat mereka mempraktekan. Begitu anak anda mampu mengeja (kira-kira pada usia 1 tahun bagi kasus umum) tawarkanlah crayon lunak, atau spidol warna-warni dengan kertas besar dan biarkan ia bereksperimen.

Ketika anak anda semakin tumbuh, ciptakan ruang khusus seni dengan banyak kertas berwarna-warni dan berbagai macam perlatan seni seperti spidol, crayon, pastel, pensil warna, cat warna dan kuas. Anda bahkan dapat mendorong anak anda untuk menulis dan menggambar ketika anda sedang diluar rumah, dengan cara menyiapkan kapur, cat warna serta seember kecil air, kuas untuk mengecak "trotoar" anda. Semakin sering anak menggunakan tanggan mereka, mereka akan mengembangkan otot, kemampuan, dan kordinasi yang diperlukan untuk menulis huruf.

Begitu anak anda masuk sekolah dan mulai melakukan praktek menulis di sana, sebagai orang tua sebaiknya tetap lanjutkan menemukan cara-cara baru untuk mempraktekan di rumah. Seperti menyarankan anak menulis nota ucapan terimakasih untuk keluarga atau teman. Minta mereka menuliskan daftar belanja atau resep. Belilah buku atau gunakan journal serta sarankan anak anda menghabiskan waktu di akhir hari untuk menulis di dalamnya.
Jika tulisan tangan anak anda tetap terlihat acak-acakan dan sulit dibaca bahkan setelah mengikuti instruksi formal dari sekolah cobalah beberapa tips berikut:

(1) Bantu anak anda untuk menulis dengan perlahan. Banyak anak kesulitan menulis karena mereka mencoba untuk melakukan dengan cepat. Beri semangat pada anak dengan memberi waktu menuliskan bentuk huruf dengan hati-hati dan benar;

(2) Terangkan kesalahan yang dibuat oleh anak. Ajari mereka menggunakan penghapus.Terapkan cara menulis formasi huruf dengan benar. Cara menulis A tentu tidak dengan cara menarik garis tengah terlebih dulu. Coba untuk mencari tahu dari guru-guru si anak bagaimana ia seharusnya menulis huruf dengan benar, dan dorong anak anda untuk mempraktekan menulis dengan pola tersebut; (3) Menggunakan kertas bergaris akan sangat membantuPastikan anak memegan pensil dalam posisi benar saat menulis. Idealnya anak anda harus menggunakan dengan pegangan tripod-ala-tiga jari. Pensil harus berada di dekat ujung ibu jari dipegang bersama telunjuk dan jari tengah. Pensil plastik dengan pegangan solid ala kantoran mungkin membantu bila anak anda kesulitan memegang pensil dengan benar; (4) Latih anak denan banyak kata. Anda dapat melakukan itu dengan sesi membaca bersama, menunjuk kata di sekeliling (seperti tanda jalan, label produk, papan nama) dan menggantungkan contoh-contoh karya tulisan anak anda di berbagai tempat dalam rumah.

Sangat penting bagi semua anak, bahkan bagi mereka yang kesulitan untuk menulis, untuk tetap mempraktekkan menulis dengan tangan. Tentu saja anda boleh mengajarkan anak kemampuan mengetik, bahkan di usia bocah. Namun, kecuali ada rekomendasi terapi ahli tumbuh kembang anak, anak-anak tak seharusnya menggunakan komputer dengan keyboard untuk mengerjakan tugas sekolah saat teman-teman mereka menyelesaikan dengan tulisan tangan.
Anak-anak berkembang dengan percepatan berbeda, seperti halnya orang dewasa, hasil tulisan tangan bisa bermacam-macam di antara mereka. Beberapa anak memiliki kesulitan lebih besar mempelajari huruf-huruf, sementara yang lain mungkin kesulitan menulis rapi, atau menulis dengan gaya. Kadang beberapa masalah dalam menulis bisa menjadi pertanda masalah lain seperti kesulitan atau kelambatan dalam belajar.

Jika demikian, baru saatnya orang tua membawa anak untuk diperiksa oleh ahli tumbuh kembang anak. Cara ini bisa memastikan apakah anak anda benar-benar membutuhkan terapi atau panduan khusus, atau sekadar latihan tambahan di rumah.
Bagaimanapun belajar membaca dan menulis adalah salah satu kunci sukses di sekolah dan dalam kehidupan lebih luas. Ada baiknya beri waktu khusus membaca bagi anak, atau menghabiskan sebagian waktu dalam sehari untuk menulis surat kepada nenek si kecil. Ketika anda menulis bersama anak anda, anda telah membantu si kecil mengembangkan kemampuan penting mereka.

Sumber: parents.org/itz

Spirit dari Meja Belajar Chikita Fawzi Adikku: Isabella Fawzi

Spirit dari Meja Belajar Chikita Fawzi

Dari kecil kami dirumah hanya berdua... dari kecil berdua... berdua...

Rupanya berdua terus dari kecil adalah salah satu doa kedua orang tua kami Ayah Ikang dan Ibu Icha bahwa agar aku selama kehidupan masa kanak-kanak kami disaat lalu tidak pernah merasa sendirian dan kesepian. Aku punya sahabat sejati dan itu Kiki adikku semata wayang yang sekarang sedang kuliah di Malaysia.

Kata banyak orang yang dekat dihati kedua orang tua kami, bahwa Kiki dan aku selalu terlihat kompak adanya. Walau tentu sebagaimana layaknya kanak-kanak kamipun seringkali bertengkar tanpa sebab jelas. Pokoknya kepingin saja ribut dan jambak-jambakan. Tapi itu duluuuuu... belasan tahun silam. Kini kami bertumbuh menjadi dua anak gadis yang insya Allah akan membanggakan kedua orang tua kami -- Ayah Ikang dan Ibu Icha.

Kangen sekali hari ini aku pada Kiki adikku semata wayang. Tadi pagi aku sempatkan membersihkan debu menempel pada meja belajarnya. Ku-scan dua potong entitas diatas ini. Baju boneka barbie kesayangan Kiki pemberian Ibu dan Ayah saat kami masih tinggal di Tebet dulu yang masih disimpannya, dan origami Jepang yang menjadi spiritnya didalam mempelajari seluruh kultur bangsa Jepang dan kebiasaan membuat animasi kartun komik MANGA.

Kiki juga sangat rajin menjaga kehalusan kulitnya dengan minyak zaitun. Ketika kutemukan sebotol minyak zaitun ini dimejanya tak terasa airmataku mengambang karena rasa rindu yang meledak didadaku ini.

Kiki... Kiki... tak sabar hatiku menunggu kedatanganmu Sabtu besok ini..

Welcome back home dearest sister...

Sabtu, 19 September 2009

Cerita Adikku Terkasih Marsha Chikita Fawzi

Sumber: http://theanimator-chikitafawzi.blogspot.com/



Ibuku Marissa Haque dan seluruh keluargaku dirumah adalah orang-orang yang dekat dihati dan selalu mendoakan diriku agar aku selamat ditempat menuntut ilmu dinegeri seberang Malaysia ini. Aku mencintai mereka semua sampai mati kelak.

Hubungan Indonesia dan Malaysia memang aneh sejak dulu, namun mereka disini memang jauh lebih progesif dibandingkan tanah airku tercinta. Banyak yang telah kupelajari. Semoga pada saat yang tepat dapat menjadi sumbangsihku bagi Indonesia.


Ibuku sering menyatakan: "Allahu Akbar, Kita Belum Merdekaaa..." Rasanya kok sekarang saya jadi faham tentang maknanya ya? Karena penegakan hukum belum genah, masyarakatnya masih sangat korup... Kasihan bung Karno dan Pak Hatta.

Tapi apakah memang benar kita belum merdeka? Atau sudah merdeka dengan segunung catatan? Lalu siapa sebenarnya yang dapat memberikan jawabannya dari seluruh pertanyaan kritisku ini?

Sabtu, 12 September 2009

Tante Menik Hariyani Kodrat Terkasih: Bella Fawzi


Tak terhingga rasa terimakasihku kepada beberapa karyawan ibu dan ayahku yang sangat setia selama ini mengabdi -- baik disaat suka maupun duka. Salah satunya adalah Tante Menik Haryani Kodrat ini yang sudah hampir mencapai 15 tahun masa pengabdian.
Tante Menik belum menikah karena masih menunggu calon suaminya seorang mualaf warganegara AS yang sekarang sedang kembali ke Maryland, AS dekat Washington DC ibu kota Amerika Serikat itu.
Saya menyayangi Tante Menik, karena kesetiaannya mendampingi Ibu Ichaku terkasih. Semoga Tante Menik sehat selalu dan banyak rezekinya.
Salam kasih, Bella.

Doa Ibu Icha untukku Agar Sepintar Tante Angelina Sondakh, dari FISIP Kom-UI, 2009: Isabella Fawzi


Doa Ibu Icha untukku Agar Sepintar Tante Angelina Sondakh, dari FISIP Kom-UI, 2009: Isabella Fawzi
Ibu Icha dan Ayah Ikang memang sangat pandai didalam memberikan motivasi bagi orang banyak, tak terlupakan tentu pada kami kedua putrinya.
Setelah lulus dari FIB-UI jurusan Bahasa Inggris, saya sekarang ini diterima di FISIP-UI jurusan Komunikasi. Ibu Icha sering mnegatakan bahwa didalam doanya ia selalu mendoakan semoga aku sepintar Tante Angelina Sondakh Massaid. Insya Allah...

Jumat, 11 September 2009

Ayahku Ikang Fawzi dan Cerita Kebun Raya di Bali bersama Menteri PU

Alhamdulillah senang rasanya sebelum memulai bulan Ramdahan tahun ini Ikang Fawzi Ayahku tercinta ku berseri-seri pulang kerumah dengan membawa 'segudang' cerita tentang Kebun Raya di Bali yang harus terus didukung serta diperjuangkan sekaligus juga beberapa pekerjaan projek dari Dep PU tempatnya selama ini bermitra. Terimakasih Ya Allah... atas rezeki halal yang telah Engkau limpahkan kepada kami sekeluarga dirumah pada Ramadhan suci tahun ini... hingga kami mampu berlebaran diakhir bulan ini... BErikut ini berita Ayahku di Kompas Cyber dengan alamat sebagai berikut:

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/18/0320248/Kebun.Raya.dan.Musik


Sabtu, 18 Juli 2009 03:20 WIB Ikang Fawzi (45) laris di acara peringatan 50 tahun Kebun Raya Eka Karya Bali, di Bedugul, Tabanan, Rabu (15/7) malam. Laris bukan karena ia menjual suatu barang, tetapi banyak bapak dan ibu dari berbagai daerah yang datang sebagai undangan kebun raya itu memintanya berfoto bersama. Mereka mengaku sebagai penggemar Ikang Fawzi sejak lama. ”Wah, silakan Pak. Mau bagaimana gayanya, Pak?” kelakar penyanyi rock ini. Namun, kehadirannya di sini bukan sebagai duta kebun raya. Ia diminta teman-temannya yang bekerja di Departemen Pekerjaan Umum untuk mengisi acara hiburan di Kebun Raya Eka Karya Bali.

Apa komentarnya? ”Saya kagum dengan kebun raya ini. Terbayang sehatnya badan dan rohani jika sering menghirup kesegaran alam yang asri, apalagi bareng keluarga,” katanya. ”Otomatis bermusik pun jadi lancar dan menyenangkan. Kebun raya ini membawa aura segar, musik jadi indah dengan sendirinya,” ujar Ikang.

Ia berharap bisa mengunjungi ke-20 kebun raya di Indonesia. Selama ini Ikang baru sempat mengunjungi kebun raya di Bogor, Cibodas, dan Bali. ”Meski baru taraf mengagumi keanekaragaman alam di kebun raya, saya sungguh mendukung pelestarian alam,” tuturnya. (AYS)

Kamis, 10 September 2009

Ya Allah Lindungi Marissa Haque Ibuku dari Kejahatan Calo PPP untuk DPR RI Hak Ibuku Ya Allaaah...



JAKARTA - SURYA- Lama menanti tanpa ada kepastian tindakan, membuat artis yang banting stir menjadi politisi, Marissa Haque, mendatangi lagi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (8/9). Bersama sejumlah caleg yang gagal dalam Pemilu legislatif (Pileg) 2009, Marissa Haque Fawzi didampingi kuasa hukumnya, Dr. H. Eggy Sudjana, SH, MSi. Marissa mempertanyakan soal laporan dugaan politik uang dalam Pileg 2009 yang disampaikan ke KPK dua bulan lalu.

Setelah sempat melakukan protes karena menunggu terlalu lama yakni empat jam, Marissa dan belasan caleg gagal akhirnya difasilitasi untuk bertemu pimpinan KPKMarissa melaporkan Fernita Darwis dan suaminya Darwis Hamid karena diduga telah melakukan kesepakatan tertentu dengan oknum KPU untuk menjual kursinya senilai Rp1
miliar.

Nasib serupa dialami 14 caleg lain dari partai berbeda. Mereka juga menyatakan, kursinya dihargai Rp 1 miliar. Istri Ikang Fauzi itu juga membeberkan pengalaman nyata suaminya dengan broker kursi legislatif saat Pileg lalu. “Kami merasa dipermainkan dan didzolimi KPU. Selama ini kami merasakan negara tidak melindungi hak konstitusi sebagian warga negaranya,” tambah Icha, sapaannya.

Farouk, caleg gagal dari Partai Hanura juga mengaku jadi korban politik karena terjadi abuse of power. Karena itu dia ikut berjuang mendapatkan keadilan. Selain ke polisi dan KPK, kasus juga sudah dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi, tapi belum ada tindak lanjut. jbp/nda

Minggu, 06 September 2009

Telah Lama Ibuku Marissa Haque Memaafkan Megawati Soekarnoputri: Tak Ada Dendam Tak Perlu Membalas

Dokumentasi Sekneg Indonesia, Kebumen, Februari 2004

Tulisan untuk Majalah Noor 14 Juli 2004
Oleh: Marissa Haque Fawzi

Kecerdasan Linguistik
Pada sebuah pertemuan dan pembekalan para kader PDI Perjuangan di Jakarta beberapa waktu berselang, sebagai seorang mahasiswa pasca sarjana Ilmu Linguistik, saya dibuat kagum atas pernyataan ditengah bercanda serius seorang Presiden perempuan—Megawati Soekarnoputri. Beliau mengatakan didalam pidatonya: “…saya lebih suka ketika pasangan hidup saya mengatakan Presiden adalah istri saya, dan bukan sebaliknya istri saya Presiden.” Ini adalah sebuah ekspresi jujur dan spontan yang menunjukkan sebuah kepekaan linguistik, sekaligus juga kesadaran akan jati diri dan pentingnya untuk mengekspresikan kepada publik bahwa seorang perempuan juga sangat-sangat mempunyai kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri tanpa harus menjadi bayang-bayang dari pasangan hidupnya. Jujur, saya baru mengenal lebih dekat Presiden kelima Republik Indonesia ini baru selang enam bulan belakangan. Sebelumnya saya yang masih sangat-sangat A-politik, lebih mengenal beliau melalui beberapa riset pribadi antara lain melalui melalui berita-berita dimedia cetak, film-film dokumenter Soekarno muda, serta beberapa film dokumenter tentang dirinya pribadi yang banyak beredar di Amerika Serikat (saat saya bersekolah di Ohio University) yang dibuat oleh para independent filmmaker dari dalam dan luar negeri yang menjunjung HAM serta demokrasi. Pada dasarnya saya memang selalu kagum akan energi para wanita yang mempunyai dedikasi pada pekerjaannya dengan adversity quotion yang tinggi.

Saya memiliki sekurangnya lima orang role model lokal—Megawati Soekarnoputri, Kofifah Indar Parawansa, Erna Witoelar, Sri Adiningsih, dan Marie Pangestu. Dan dalam kesempatan kali ini saya hanya akan memfokuskan kepada Megawati, karena wanita tangguh yang satu ini sedang bertarung memperebutkan posisi Presiden Republik Indonesia ke enam pada tanggal 5 Juli 2004 yang tidak lama lagi akan berlangsung. Dan juga adalah satu satunya kandidat perempuan calom Preiden Republik Indonesia ke enam.Biasanya saya bertemu Ibu Mega, begitu biasa saya menyapa beliau, dibanyak tempat dan kesempatan. Beberapa kali di kantor PDI Perjuangan di Lenteng Agung. Kali lainnya dikediaman beliau di jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Beberapa saat yang lalu, saya sangat sering mendampingi didalam kampanye Legislatif. Lamanya pertemuan-pertemuan yang tidak rutin tersebut sangat bervariasi, ada yang cukup lama tapi lebih sering dalam tempo yang singkat dan pendek tapi bermakna. Namun buat saya bukanlah waktu yang penting, namun kualitas pertemuan yang bermakna yang tak dapat kulupakan. Ibu Mega dalam pengamatan saya adalah sosok kontemplatif yang sangat hemat dalam mengkomentari lawan-lawan politiknya. Beliau dapat kita ukur dari setiap frasa serta diksi yang bermakna metaphorical yang selama ini diungkapkan. Bila kita teliti dengan pendekatan ilmu Linguistics, maka kelasanya adalah advance. Mengapa saya berani mengatakan demikian? Karena menjadi asal bunyi itu mudah, akan tetapi “bunyi” yang keluar dari bibir dengan mencapai sasaran tanpa harus “mematikan” secara telak (menunjuk hidung) lawan-lawannya secara diplomatis, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang dengan tingkat kepekaan serta kecerdasan yang tinggi. Kita pernah mempunyai seorang pemimpin dengan tangan besi, pemimpin yang suka bicara akan tetapi menimbulkan keresahan sosial, nah dimata saya Presiden perempuan kita sekarang ini adalah seorang manusia dengan karakter dasar hemat bicara terhadap hal-hal yang tidak produktif, dan memilih untuk lebih banyak berbuat (produktif). Hasilnya dapat dilihat dari beberapa pencapaian yang significant hanya didalam pemerintahan yang hanya dua tahun sepuluh bulan saja. Reaksi Ibu Mega terhadap masalah tenaga kerja Indonesia yang mendapat perlakuan tidak manusiawi di Malaysia (Nirmala Bonat) saya rasakan sebagai langkah yang sangat positif serta menjadi pionir dibandingkan dengan para kandidat Presiden lainnya. Dalam lima program besar Mega-Hasyim yang diusung, didalamnya terdapat undang-undang Buruh Migran yang merupakan langkah proaktif terhadap para penghasil devisa negara terbesar nomor tiga ini.

Upaya positif lainnya yang harus disyukuri oleh kita semua adalah one gate policy (kebijakan satu pintu) di Batam, demi untuk mengontrol semua kegiatan yang berkaitan dengan pengiriman serta pemulangan para TKI/TKWI. Perlindungan inipun akan disempurnakan dengan perbaikan saluran diplomasi, pengawasan dan pengaturan yang sangat ketat npada perusahaan-perusahaan PJTKI yang nakal-nakal serta manipulatif, serta membangun lebih banyak pusat pelatihan yang diperlukan untuk persiapan mereka menghadapi dunia kerja di luar Indonesia.

Bukan Perempuan Biasa
Saya selalu terkesan saat jumpa Ibu Mega. Biasanya beliau memberikan senyum keibuan dengan kontak mata hangat sambil menyapa: “Bagaimana hari ini, sehat?” Sebuah sapaan sederhana namun sejuk. Dimata saya Ibu Mega adalah sosok ibu yang feminin dan religius. Beberapa kali saya menjumpai beliau di jalan Teuku Umar saat baru selesai sholat. Pernah pada suatu saat saya menyaksikan beliau membuatkan tehnya sendiri untuk sang suami tercinta. Juga sebagai seorang Eyang Putri (sang cucu memanggil beliau dengan panggilan sayang Pupu untuk sang kakek dan Mumu untuk sang nenek) mendekap bahagia sang cucu didadanya sabari ketiduran disofa. Sebagai pencinta tanaman (beliau pernah mengenyam kuliah di Fakultas Pertanian, Universitas Pajajaran, Bandung), sekali saya menyaksikan beliau menyapa tanaman-tanaman koleksinya dipagi hari. Sering terlintas dalam kepalaku akan rumitnya hidup seorang perempuan presiden. Alangkah berkurangnya kenikmatan hidup berwira-wiri dengan memakai kimono atau daster dirumah, sementara para pengawal atau ajudan selalu mengitari hampir disetiap langkah geraknya? Sementara seorang perempuan seperti saya, sepulang kerja dengan nikmat memakai masker pelembab wajah, obat jerawat, dan daster rumah kesayangan sembari mengangkat kaki disofa sambil bercanda dengan suami, anak-anak, serta ayah mertua yang kebetulan sekarang tinggal bersama kami dirumah. Menanyakan ini dan itu pada pembantu serta tukang masakku, juga supir kami yang tinggal dirumah. Semua itu saya lakukan tanpa beban, karena memang saya hanyalah perempuan biasa yang ibu rumah tangga tapi sekaligus berkegiatan diluar rumah. Hingga bilamana pada saat yang lain saya menyaksikan wajah Ibu Mega yang biasanya charming kemudian tampak kusut, pasti sesuatu yang besar sedang terjadi. Buat saya yang juga seorang perempuan, hal ini sangat-sangat manusiawi. Seperti halnya seorang ibu terhadap anak-anaknya, maka bila Ibu Mega tampak mengomel kepada anak-anaknya saat rapat internal partai, hal tersebut saya anggap sebagai sebuah ekspresi cinta tulus dari seorang ibu terhadap anak-anaknya karena ingin anak-anaknya tersebut maju dan siap bersaing didalam menghadapi sebuah dunia yang berisi pertarungan dahsyat. Karena jujur saja, saya mulai sangat faham dengan kondisi partai yang saya masuki ini ketika mereka menang dan tidak siap menjadi pemenang pada tahun 1999. Tapi itulah barangkali ujian tapi sekaligus kelebihan seorang perempuan pemimpin partai dengan segala kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia, tetap menyambut optimis tongkat estafet yang diserahkan kepadanya untuk memimpin sebuah negeri besar dengan 217 juta penduduknya dalam kondisi sosial-ekonomi yang kocar-kacir saat ditinggal oleh beberapa pemimpin sebelumnya. Bila dalam penampilannya beliau—seperti halnya kita para ibu—tampak kesal, ada amarahnya sekali-kali, semua itu ada dalam koridor cinta.

Mewarisi Krisis Multidimensi
Ketika menerima mandate sebagai Presiden RI kelima untuk menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid, Ibu Mega mewarisi krisis multidimensi yang telah berakar sebagai warisan dari era Orde Baru. Masih terbayang dibenak kita saat penghujung kejayaan Orba rakyat antri sembako, nilai tukar Rupiah melambung tak terkendali, pembumihangusan kota Jakarta, pembunuhan mahasiwa Trisakti, kasus Semanggi, serta ribuan orang hilang tak tentu rimbanya. Bahkan seorang suami sahabat saya (bintang film Eva Arnaz) turut hilang dengan isu dikremasi hidup-hidup di Cilincing. Kita semuapun masih teringat juga masih merasa trauma besar akan kasus serbuan serta pembunuhan yang terjadi di kantor PDI Perjuangan tanggal 27 Juli. Tapi itulah barangkali salah satu kelebihan dari seorang pemimpin perempuan bernama Megawati yang dengan takdir hidupnya serta ketangguhan (adversity quotion) membawanya pada puncak kepemimpinan negara kita tercinta Indonesia tanpa dilandasi dendam. Beliau mengawali kepemerintahannya dengan bahasa cinta dengan memakai unsur nur didalam Islam. Tak ada dendam, tak perlu membalas, karena yang utama adalah kerja keras untuk menyelamatkan bangsa dan negara tercinta Indonesia untuk hadir dengan harga diri yang tinggi dimata internasioanl serta dapat membanggakan anak cucu.

Bila didalam pemerintahan yang baru 2 tahun 10 bulan ini masih banyak masyarakat mencemooh akan hasil signifikan yang dibuat oleh Ibu Megawati dan tim kerjanya, tentunya karena hidup kita ini bukanlah panggung sandiwara yang dapat dengan mudah disulap dengan cara membalikkan telapak tangan. Dengan sudah mulai terurainya benang kusut yang melilit negeri ini, bantuan IMF yang saat lalu sangat diagungkan oleh kelompok Orba sudah dihentikan, ekonomi makro sudah mulai berdenyut, dan hal-hal positif lainnya mulai muncul, sesungguhnya tinggal kita memberikan kesempatan sekali lagi dalam lima tahun kedepan untuk Ibu Mega membereskan pekerjaan-pekerjaan rumahnya yang belum selesai demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, berdaulat, aman dan bersih dari korupsi.

Insya Allah demikian adanya.

Kamis, 03 September 2009

Tulisan Ibuku Marissa Haque Kenangan Kuliah di FEB, UGM: Isabella Fawzi

Sarung NU dan Bapia Isi Keju: Kenangan dalam Kelas Bu Anita Lestari, FEB, UGM

Oleh Ibuku: Marissa Haque, sumber: http://marissahaque.blogdetik.com/

Empat orang dosen yang mengajarku dikelas S2-ku yang ‘kesekian’ di Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Gajah Mada semuanya orang hebat, rendah hati, sangat down-to-earth, serta mampu mentransfer seluruh ilmu yang sejujurnya belum pernah saya miliki sebelumnya untuk kujadikan bekal didalam menjalani kehidupan sesungguhnya diluar kampus – didalam/diluar negeri – yang lebih sering sangat tidak ramah kepada kita semua tanpa terkecuali. Namun ciri yang menjadi diferensiasi mereka masing-masing dari keempat dosen tersebut didalam mengajar, menjadikan kenangan yang unik-berbeda bagiku. Saya akan memulainya dengan Bu Dra. Anita Lestari, MSi seorang psikolog yang mengajarkan beberapa psychology approaches untuk mata kuliah OB (Organizational Behavior).

Bu Anita yang lembut sapa tersebut mengajarkan antara lain tentang pentingnya arti beradaptasi ditempat kerja, menjembatani jurang pembeda, mampu membuat keputusan penting disaat genting, dan lain sebagainya. Juga ada beberapa pelajaran yang menyangkut ilmu system yang sebelumnya telah saya dapatkan di kelas Doktor PSL, IPB saya ulang kembali dengan pemahaman yang tentu lebih baik melalui kelas Bu Anita ini. Malah ilmuku dimasa kuliah di IPB lalu, diperkaya dengan ilmu Leadership yang merupakan style didalam sebuah management/tata kelola di UGM. Bahkan ketika saya menuliskan final individual paper kemarin, saya mengusung tentang seorang pemimpin yang wajib membantu sebuah tata kelola buntu didalam pencurian kayu hutan/illegal logging di Indonesia melalui ‘tangan besi’ kepemimpinanan hukum dalam system. Bahwa liberalisasi melalui jargon novus ordo seclorum didalam lembaran $1 US, hanya mampu di’patahkan’/dibuat lebih seimbang – sustainable development – bilamana sang pemimpin utama mempunyai visi dan misi kuat didalam decision making-nya.

Mungkin saya termasuk salah satu mahasiswi yang paling kritis dikelas. Bahkan ada sebuah kejadian lucu sehingga nama saya kerap dipanggil Bu Anita dengan julukan “Marissa si Sarung NU,” ceritanya gara-gara kami sekelas diminta untuk menebak sebuah gambar yang memiliki minimal 24 makna didalamnya. Nah, begitu sudah mencapai tebakan ke 15 kami dikelas mulai stuck dan ‘agak-agak’ mulai ‘ngaco.’ Entah dapat ide darimana saya hanya melihat dua tumpuk lilitan diatas gambar mirip nenek-nenek itu seibarat sorban yang terbuat dari kain sarung untuk sholat warna kotak-kotak hijau yang sering dipakai keluarga besar NU-ku di Jawa Timur. Spontan saja saya menjawab: “Sarung NU Bu Anita…” Tentu seisi kelas tertawa terbahak-bahak, tak terkecuali Bu Anita. Dan lengkaplah sudah setelah itu nama saya sering terpanggil dengan “Marissa Sarung NU.” Pernah juga Bu Anita saya puji kelihatan sangat manis ketika pakai jilbab warna hijau – yang memang lain dari kebiasaannya yang lebih sering didominasi jilbab putih atau coklat.
Namun ada yang tak akan pernah saya lupakan seumur hidup – karena yang ini tak pernah dilakukan oleh para dosen lainnya – adalah disaat beberapa kali Bu Anita hadir dikelas khusus membawakan kami Bapia isi beraneka macam rasa. Terharu-biru kami sekelas menikmati jajanan khas Yogyakarta tersebut. Dari berbagai isi yang ada didalamnya, saya menyukai yang isi keju. Sehingga biasa sering ber-email-ria dengan beliau dan ditanyakan mau dibawakan apa dari kampung halamannya, maka spontan kami dikelas mengatakan: ”Bapia Buuuuu…” Kalau sekarang saya ditanya maka akan mengatakan hal yang sama namun dengan sedikit diferensiasi: ” Bapia Isi Keju Buuuuu…” (smile).
Ah!… ngangeni memang kelas Bu Anita itu… tak sabar rasanya untuk bersegera kembali kuliah di FEB, UGM. Libur selama 3 minggu ini rasanya sungguh terlalu lama. Memang terbukti, bahwa sekolah yang baik, respectable university dengan management yang baik serta tidak korup – terkait dengan pidana pendidikan – akan membuat siapapun stakeholders didalamnya merasa betah serta ingin memberikan karya terbaik yang mampu dihasilkannya sebagai anak bangsa.

Terimakasih banyak Bu Anita yang saya sayangi… terimakasih FEB, UGM… jazakumullah khoir… God bless you all.

Minggu, 30 Agustus 2009

Dosen Pembimbing Kesayangan Ibu Marissa Haque-ku di PSL-IPB Bernama Prof. Dr. Dudung Darusman

SEKAPUR SIRIH
Blog ini hanya sebagian cara untuk menyebarluaskan informasi tentang saya agar warga IPB mengenali siapa dan bagaimana keadaan saya sebagai salah satu diantara tujuh pilihan calon rektor IPB.

Bagi saya adalah tak pantas untuk meminta, tapi wajib untuk menerima amanah, khususnya jabatan, dengan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu apa yang disajikan disini hanya termasuk pada kategori “amar ma’ruf nahi munkar”, menyeru pada kema’rufan dan mencegah pada kemunkaran, sebagaimana tuntunan Al Qur’an dalam Surah Ali Imran ayat 104. Insya Allah
PROFIL

Prof. Dudung Darusman dilahirkan di Ciamis, 14 September 1950. Suami dari Prof. Latifah K. Darusman (dosen FMIPA IPB), dikaruniai 2 orang putra yaitu Dani Hanifah (alm) dan drh. Huda Salahuddin Darusman (dosen FKH IPB). S1 diselesaikan tahun 1975 di Fahutan IPB. Pendidikan Purna Sarjana Ekonomi Kehutanan di UGM tahun 1976. S-2 bidang Resource Economic dari Departement of Agricultural Economics University of Wisconsin USA tahun 1984. S-3 dari Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan IPB diselesaikan pada tahun 1989. Tahun 1995 diangkat menjadi Guru Besar Tetap IPB bidang Ekonomi Sumberdaya Hutan. Sejak 1992 – sekarang sebagai Kepala Laboratorium Politik, Ekonomi dan Sosial Kehutanan.
Beberapa jabatan yang pernah diembannya yaitu selama dua periode, 1989-1992 dan 1992-1996 sebagai Dekan Fakultas Kehutanan IPB; tahun 1996-1999 sebagai Ketua Lembaga Penelitian IPB dan pada tahun 1999 sebagai Staf Ahli Menteri Kehutanan dan Perkebunan bidang Sosial dan Ekonomi.
Sumber: http://ddarusman.wordpress.com/

Beberapa Pokok Pikiran Beliau:

PIMPIN-MEMIMPIN
Dalam atmosfer demokrasi, memang seorang pemimpin itu harus ada unsur populis, pilihan dan kesukaan warga, pilihan pikiran dan hati warga. Kepopulisan itu harus dipelihara secara dinamis (tidak statis), agar kedekatan dan dukungan warga tetap terpelihara. Ungkapan “seorang pemimpin harus berani tidak popular” perlu disikapi secara bijaksana, karena sesungguhnya bertentangan dengan kekuatan pemimpin yang dipilih secara demokratis.
Ada di antara calon pemimpin yang cerdas, brilian dan keras kemauannya untuk berubah maju, tapi tidak ramah dan tinggi hati, sehingga tidak disukai warga. Ada juga yang ramah dan rendah hati serta disukai warga, tapi kurang cerdas, kurang brilian dan adem-ayem saja, kurang minat dan kurang semangat untuk perubahan. Dalam situasi seperti itu, proses demokrasi akhirnya seringkali memunculkan pemimpin yang setengah cerdas/brilian dan setengah ramah/disukai masyarakat. Output pemilihan yang setengah-setengah seperti itu sesungguhnya menjadi “hambatan inherent” baik untuk menciptakan kemajuan,maupun ketenangan dan kenyamanan warganya.

Maka, adalah menjadi kewajiban (demi kemajuan bersama) bagi orang-orang yang cerdas/brilian untuk menjadi ramah/rendah hati/disukai warga.Di sisi lain, juga perlu meminta warga untuk sadar dan berani memilih pimpinan yang cerdas/brilian /keras kemauan, kemudian maklumi dan sukailah dia ! Wallahu alam.
Pontianak, 1-7-2005.

SISTIM PENDIDIKAN BANGSA
Bila kita perlu dan harus hidup bersama. Bila kita ingin yang pandai dengan yang bodoh semua mendapat peran dalam kehidupan. Bila kita percaya yang pandai tidaklah perlu banyak (tapi pasti harus ada) untuk menciptakan ide-ide yang baik, selebihnya adalah yang mau dan tekun melaksanakan ide-ide itu dan yang seperti ituperlu banyak, …………………..
maka, dalam sistim pendidikantidaklah tepat bila hanya yang pandai yang dihargai bahkan diagungkan dengan berbagai identitas penghargaan. Kedua-duanya perlu dianggap sederajat, sebagaimana kesetaraan perannya dalam kehidupan.
Penghargaan yang sepadan terhadap yang pandai adalah diturutinya, digunakannya dan dipraktekannya ide-ide baik yang diciptakannya. Mereka yang bodoh sejak awal tidak boleh disepelekan atau dihinakan, hargai mereka dengan diajak agar mengerti, mau dan kemudian tekun mempraktekkan ide-ide yang baik karya cipta mereka yang pandai itu. Dengan begitu kebaikan demi kebaikan akan dibesarkan (amplified) dan dikembangbiakkan. Negara yang maju-maju di dunia ini tentu saja memiliki orang-orang pandai, tapi belum tentu yang paling banyak orang-orang pandainya. Negara yang maju adalah yang mau dan mampu membuat kebersamaan antara yang pandai dan yang bodoh yang dimilikinya.

Bila, tokoh-tokoh pematung di masyarakat Bali, yang sangat pandai & cerdas menciptakan model-model patung dari waktu ke waktu, merasa tidak perlu mendapat penghargaan atau imbalan (misalnya hak cipta), tapi telah merasa bahagia, bangga dan dihargai dengan dihayati dan diikuti pembuatannya oleh pematung-pematung lainnya. Mereka membiarkan ciptaan yang baik itu di-amplify demi kehidupan bersama. Mereka percaya bahwa kecerdasan & talenta adalah anugrah dari Tuhannya, sehingga sudah sangat bahagia dan bersyukur bila mereka telah menjadi pilihan Tuhan untuk menyalurkan ”keindahan cahayaNya”. Seperti pohon yang baik, bila buahnya dipetik pohon akan tetap dan terus berbuah lagi,……………………….
maka, jadilah masyarakat Bali yang lebih makmur dibandingkan dengan masyarakat Indonesia di tempat-tempat lainnya.
Bila, ………. bila dan bila-bila itu benar adanya,………………………maka, peneliti yang baik tidak perlu diagung-agungkan dengan berbagai penghargaan dan keistimewaan, tapi hargai ia dengan mengerti, menuruti dan mengadopsi hasil-hasil penelitiannya. Peneliti-peneliti lainnya berusaha meng-amplify dan mempercepat hasil penelitian yang baik itu melalui atau dengan jaringan penelitian yang mendukung,………………………
maka, dosen yang baik tidak perlu diagung-agungkan dengan berbagai gelar juara dan keistimewaan, tapi hargai ia dengan mendengar dan menghayati ilmu yang disampaikannya. Dosen-dosen lainnya menghargai ia dengan menyebarluaskan ilmu yang baik itu melalui kuliah-kuliah yang diberikannya.
Bila kemajuan teknologi pengolahan susu memerlukan kemajuan dalam peternakan sapi perah. Bila kemajuan arsitektur lanskap memerlukan kemajuan dalam teknologi budidaya tanaman. Bila kemajuan teknologi biodiesel memerlukan kemajuan dalam teknologi budidayatanaman Jarak. Bila kemajuan di satu kegiatan (sektor) memerlukan kemajuan kegiatan (sektor) lainnya,…………………………
maka, dalam sistim pendidikan harus dapat membuat yang pandai menyebar secara seimbang dalam berbagai kegiatan atau sektor, agar kemajuan demi kemajuan terus bersambutdan kekuatan demi kekuatan terus terwujud,………………………….
maka, dalam sistim pendidikan tidak boleh muncul anggapan dan sikap bahwa kegiatan (sektor)tertentu lebih penting atau lebih berperan dari pada yang lain. Sesungguhnya tidak ada salahnya bila ada kegiatan (sektor) tertentu yang sedang populer di masyarakat, namun sistim pendidikan tidak boleh silau dan bias oleh kepopuleran itu, karena yang harus dibangun adalah semuanya.
Darmaga, 27-12-2005


PROFESIONAL YANG BAGAIMANA ?
Profesional bagi seseorang dapat diartikan sebagai berpegang pada pekerjaan sebagai sumber kehidupan, atau diartikan pula sebagai tingkat keteguhan dan kemantapan seseorang pada bidang pekerjaannya. Dalam tingkat perorangan hal itu cukup jelas pengertiannya. Namun pada tingkat kebersamaan pengertian itu belum cukup untuk membuat sifat profesional membuahkan manfaat dan kemaslahatan, artinya sifat profesional perorangan harus ditambahi dengan sifat memperhatikan secara sungguh-sungguh akan kepentingan bersama atau kepentingan umum.

Bila seorang profesional sudah mengutamakan penghasilan daripada cara memperolehnya, maka setiap pekerjaan atau kesempatan apapun yang dapat memberi penghasilan akan mendapatkan justifikasinya. Misalnya, seseorang ahli tertentu mengatakan bahwa dia professional dengan mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, sekalipun pekerjaan itu dampaknya akan bertentangan dengan kepentingan umum. Dia mengatakan bahwa dampak dari pekerjaannya itu bukan urusannya, dan yang menjadi urusannya adalah mengerjakan pekerjaan itu dengan sebaik mungkin.
Indonesia sekarang ini sudah memiliki sangat banyak profesional dalam berbagai bidang yang cukup luas. IPB ini juga telah memiliki banyak sekali ahli pada seluruh aspek pertanian. Sayangnya, Indonesia ini dan IPB ini belum banyak memiliki profesional dan akhli yang mementingkan kepentingan bersama. Wallahu alam.
Bogor, 5 April 2005.

CORPORATE CULTURE
Corporate culture atau budaya perusahaan adalah budaya yang berorientasi kepada keuntungan dan pertumbuhan. Hanya dengan memupuk keuntungan (kekuatan lebih) pertumbuhan dapat terjadi.Budaya perusahaan tidak menyuruh memupuk keuntungan yang sebesar-besarnya dan pertumbuhan yang tak terbatas, tapi yang menyuruh demikian adalah budaya tamak (aspek social).Cara mendapat keuntungan dan pertumbuhan terus berkembang , baik dengan mengandalkan kekuatan sendiri yang ada maupun outsourcing, atau menggunakan bantuan kekuatan luar. Namun ada beberapa unsur budaya perusahaan yang dalam cara apapun harus menjadi syarat untuk keberhasilannya. Setidaknya ada 4 unsur, sebagai berikut.

1. Hemat.
Keuntungan hanya dapat diperoleh bila pendapatan lebih besar dari pengeluaran. Prinsipnya keuntungan diperoleh dengan cara memperbesar pendapatan dan/atau memperkecil pengeluaran. Sifat hemat sangat diperlukan sejak awal dimana belum ada (masih kecilnya) pendapatan, agar segala potensi/kekuatan diperuntukan untuk produksi. Sifat hemat tetapdiperlukan juga, saat setelah berkembang agar pertumbuhan mantap dapat dipercepat. Sifat tidak hemat, bahkan boros, dapat menggagalkan proses produksi dan mengeroposkan pertumbuhan, sekalipun skema teknologi dan manajemen yang diterapkan sudah tepat. Budaya konsumtif, tampil tinggi, suka mark-up dan lain-lain adalah wujud sifat tidak hemat.

2. Kenaikan imbalan berasal dari hasil/keuntungan.
Ungkapan perlunya pemenuhan imbalan minimal terlebih dahulu perlu dipikirkan hati-hati, di samping besarnya sangat relatif juga sama dengan ”memetik buah dari pohon yang belum tumbuh”. Secara filosofis, profesi pertanian (yang normal/wajar) mengajarkan tanam dulu nanti baru panen. Intinya, mereka yang mampu menahan diri terhadap tuntutan kecukupan imbalan akan segera berbuat dengan sungguh-sungguh.

3. Maju dengan kekuatan yang dimiliki.
Suatu keinginan, akhirnya harus diputuskan berdasarkan kemampuan, bukan atas dasar impian. Bantuan pihak luar (hampir selalu ada konsekwensi ikatan) hanya berperan sekunder saja. Bila suatu keinginan ternyata tidak mungkin terlaksana tanpa bantuan dari luar (bahkan sekedar inisiasi sekalipun), maka berarti keinginan itu tidak pantas kita teruskan.

4. Bantuan luar (terutama pinjaman) masih berada pada lingkup periode tanggung jawab manajemen yang meminjam.
Kalkulasikelayakan pinjaman seharusnya dibatasi pada periode manajemen yang bersangkutan, tidak dilimpahkan pada manajemen selanjutnya. Secara objektif,manajemen yang sekarang tidak mungkin mengetahui kebijaksanaan manajemen selanjutnya. Bila dalam periode manajemen yang bersangkutan bantuan luar itu tidak mungkin/layak, maka berarti keinginannya sendiri tidak layak, atau harus disesuaikan.Demikanlah beberapa unsur budaya perusahaan yang sempat saya pelajari, semoga bermanfaat.
Darmaga, 27 Maret 2006.

Kompaknya Ibu Icha-ku dengan Kedua AdiknyaMenjadi Inspirasi


marissa Haque Fawzi nama lengkap ibuku, saya adalah anak pertamanya. Ibu Icha -- demikian panggilan sayangku padanya -- memiliki dua adik perempuan yang menjadi juga para figur publik di Indonesia.
Kompaknya Ibu Icha-ku dengan kedua adik-adiknya rupanya banyak menginspirasi kaum perempuan di Indonesia. Doaku buat Ibu Icha yang sedang berjuang untuk ujian terbuka Doktornya dari IPB yang diduga dipersulit oleh 'oknum' pendukung Presiden SBY kata beberapa sumber di IPB, Bogor. Karena Ibu icha-ku cantik mengkritik pengelolaan buruk lingkungan hidup Indonesia serta manajemen kehutan Indonesia yang amburadul. Demikian yang sering aku dengar dari keluha-kesah Ibu Icha-ku terkasih.

Ibuku Marissa Haque Satu dari 7 Perempuan Olay Singapura-Indonesia



okezone.com - 8/19/2009 11:16 AM Local Time

MUNCULNYA 7 tanda penuaan dini seperti garis halus, keriput, bintik hitam, pori-pori besar, kulit kering, kulit wajah kasar, warna kulit tidak merata, dan kulit wajah tidak lagi kencang menjadi momok menakutkan bagi wanita berusia matang. Tak heran, bila kecantikan menjadi aset yang sangat berharga. Dengan timbulnya tanda-tanda tersebut, tentu dapat menghalangi kecantikan wanita, terutama kalangan publik figur. Tak pelak, akan menyurutkan tawaran pekerjaan.


Berbeda dengan tujuh wanita luar biasa yang dikenal memiliki sejuta kesibukan. Soraya Haque dengan kesibukannya sebagai presenter televisi dan penulis buku, Marissa Haque selebriti yang haus akan dunia pendidikan, Shahnaz Haque sebagai duta kesehatan, Ira Wibowo dengan profesinya sebagai aktris yang kerap mendapat penghargaan, dan trio Be3, Nola Baldy, Widi Mulia dan Cynthia Lamusu yang sering mendapat penghargaan di dunia musik. Ternyata, di balik kecantikan ketujuh wanita tersebut terdapat rangakaian produk kecantikan, Olay. Hal inilah yang menjadikan tujuh wanita tersebut sebagai inspirasi banyak wanita lainnya dan Olay Total Effect sangat bangga bahwa dalam menjalani kegiatan sehari-hari, mereka memercayakan perawatan kulitnya kepada Olay Total Effect.


"Olay sangat bangga menjadi nomor satu keluarga besar dengan 7 wanita cantik, bintang-bintang Indonesia terbaik yang bekerja dengan hati dan mencintai serta dicintai keluarga," papar PR Manager P&G Home Products Indonesia Junita Kartikasari dalam siaran persnya. Dari pengalaman tersebut, ketujuhnya tak pelit berbagi cerita. Mulai dari Soraya yang merasa makin awet muda berkat Olay. "Usia boleh bertambah, dan organ menjadi tua, tetapi akan lebih baik jika bisa ditunda. Tampilan bisa dijaga jadi sehingga tidak menggangu penampilan. Ketika memasuki usia 39 tahun saya menggunakan Olay dan ternyata cocok. Ini merupakan hadiah bagi setiap perempuan," papar Soraya.
Sementara Marissa memercayakan kecantikan wajah kepada Olay dan menularkannya pada suami tercinta, Ikang Fauzi.


"Awalnya aku sering melihat Soraya mengunakan Olay di depan saya dan saya jadi ikut-ikutan nyoba, sekarang suamiku, Ikang Fauzi juga ikutan pakai Olay, korban istrinya. Kita juga harus hati-hati pada barang palsu, setelah road show dari Jawa Tengah aku suruh asisten aku mencari Olay dan harganya ternyata Rp25-30 ribu, dan pas aku cek ternyata di luar Jakarta harganya tiga kali lipat," ujar Marissa. Belajar dari kedua pengalaman kakaknya, hal serupa juga diterapkan Shahnaz Haque. "Saya itu perempuan jadi-jadian karena enggak mau repot. Dan ini merupakan tahun kelima saya menggunakan Olay dan Olay yang menjadi pegangan saya," papar istri Gilang Ramadan ini.


Aktris cantik Ira Wibowo, yang baru bergabung menjadi brand ambassador Olay sejak dua tahun silam juga pernah mendapat komplain dari suami karena menggunakan Olay milik sang suami. "Sejak pertama kali menggunakan Olay sudah jatuh cinta, kalau pergi keluar kota selalu saya bawa Olay. Karena saya ada faktor keturunan, seperti bintik-bintik hitam, dan sering terkena matahari karena menggunakan Olay, sedikit berkurang. Kerutan tidak terlalu tampak dan lebih lembut. Katon makin cinta tentunya. Pernah karena punya saya habis, saya bawa punya Katon, alhasil saya dapat komplain dari dia," imbuhnya.

Wanita cantik yang tergabung dalam trio Be3 juga memercayakan perawatan kecantikannya pada Olay. "Waktu SMA, kulit saya agak sensitif dan berjerawat, setelah SMA saya pun memakai obat dokter dan takut mencoba obat pasaran. Salah satu teman saya merekomendasikan untuk menggunakan Olay. Baru satu malam sudah kelihatan, pori-pori wajah saya mengecil dari situ aku stop pakai obat dokter. Aku juga sering menggunakan Olay pada wajah suamiku, setelah dia kegiatan di outdoor, pas suami tidur, aku gunakan Olay di wajahnya," ucap Cynthia Lamusu.


Berbeda dengan Chynthia, sebelum memakai Olay Widi termasuk wanita yang malas merawat diri. "Olay sangat tepat untuk saya yang tergolong malas melindungi kulit dari sengatan matahari, dulu aku pasti menggunakan Olay, karena aku enggak pede dengan wajahku yang kasar, kusam, dan warnanya tidak merata. Sekarang aku selalu berebutan Olay dengan mama," papar Widi Mulia.
Sementara Nola, memakai Olay untuk merawat kulit wajahnya dari efek buruk sinar matahari.


"Dari SMA aku memang sudah menggunakan Olay, jadi memang sudah terbiasa. Karena jarang perawatan dan sering terkena matahari, wajahku menjadi kering dan belang. Olay membuat kulitku halus dan lebih bersinar, dan suami pun semakin memuji," tandas Nola Baldi ini.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Kesedihan Ayah Ikang & Ibu Icha akan Hutan di Banten


Menurut Ayah Ikang dan Ibu Icha, 120 ribu hektar (Ha) lahan hutan yang ada diwilayah Provinsi Banten kritis. Dimana, lahan agak kritis sekitar 40 ribu hektar, dan sisanya sekitar 80 hektar masuk kategori lahan kritis dan sangat kritis. Sedangkan Lokasi terluas berada diwilayah Kabupaten Lebak dikampun Mbah Yuya Ibunda dari Ayah Ikangku tercinta. Selain itu, Kabupaten/kota lain di Banten terbilang hampir merata luas lahan kritisnya. Karena Kabupaten/Kota lain banyak memiliki lahan datar.

Lebih jauh lagi menurut Ibu Ichaku terkasih, meski terdapat luas lahan kritis yang cukup luas namun kondisi hutan di Banten terbilang memenuhi syarat sebuah daerah yang harus memiliki hutan sekitar 30 persen dari total luas wilayah. Dimana, Banten ini memiliki hutan sekitar 29,3 persen dari total luas lahan 865.100 ha. Jumlah luas hutan sendiri sekitar 282,105, 64 ha. Luas hutan itu meliputi hutan lindung 8%, hutan produksi 27% dan hutan konservasi 65%.“Untuk tetap menjaga kondisi hutan, kita memiliki tugas untuk memperbaiki lahan-lahan yang kritis itu. Salah satunya dengan cara menanaminya kembali agar pulih.

Salah satu mantan mitra Ibu Icha dissat menjabat sebagai Anggota DPR RI periode lalu dari Fraksi PDIP bernama M.Yanuar, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, mengatakan, faktor penyebab dari banyaknya lahan yang kritis tersebut adalah sering terjadinya penebangan hutan, kondisi lahan yang miring, kurangnya curah hujan.“ selain yang di sebutkan tadi, ada sejumlah lahan yang memang sulit ditanami karena kurangnya unsur hara,” ujarnya.

Bagaimana mau unsur hara tanah di Banten bertahan ya kalau terus terjadi penebangan liar justru didepan kantor Kejati Banten? Kemana Bu Gubernurnya yang menurut beberapa "baraya" Ayah Ikang di Pandeglang dan Lebak, kami itu katanya diduga bersaudara dengan keluarga Ratu Atut Chosiyah! Masa' sih?

Rindunya Aku pada Adikku Chikita Fawzi di Cyberjaya, Malaysia


Ya Allah... Kiki adinda sayangku sedang apa ya bulan Ramadhan seperti ini dinegeri seberang? Kak Bella sudah diterima untuk melanjutkan kuliah di FISIP-UI jurusan Komunikasi seperti yang selama ini aku cita-citakan.
Lebaran pulang ya Ki?
Zoentjes van Bintaro,
Kak Bella.

Sabtu, 18 Juli 2009

Bom Lagi di Mariot Hotel Jakarta... Innanilahi wa Innanilahi Ro’jiun

Innanilahi wa Innanilahi Ro’jiun… , lagi-lagi kota Jakarta kita tercinta ditimpa musibah. Kemarin waktu baru pulang dari ngajar di IMS, salah seorang temanku mengatakan bahwa tadi pagi, pada hari Jumat tertanggal 17 Juli Hotel J.W Marriot dan Ritz Carlton di Bom.

Pertama kali mendengar berita itu, aku mengira hanya sekedar belaka. Langsung begitu aku sampai dirumah, aku nonton televisi untuk memastikan berita tentang Bom yg aku dengar dari beberapa teman dan radio itu.

Astagfirullah, ternyata berita itu benar A adanya! Aku langsung lemas dan ingin menangis keras, karena kejadian ledakan bom persis bersebelahan dengan Plaza Mutiara tempat aku magang kerja. Tepatnya ditempat salah seorang keponakan mantan Presiden BJ Habibie Oom Adrie Soebono di kawasan lingkaran Mega Kuningan itu.

Bukan sekedar sedih karena ledakan itu mengambil nyawa 9 orang dan puluhan korban luka-luka, namun aku juga sangat takut bahwa ledakan itu juga termasuk mengambil atau melukai temen-teman dekatku di PT. JAVA MUSIKINDO, yang kantornya terletak di Plaza Mutiara lantai dua. Sangat-sangat bersebelahan dengan Hotel J.W Marriot!

KEtika melihat gedung Plaza Mutiara hancur lebur ditelevisi, aku langsung mencoba mencari nomor telpon untuk mencek orang-orang JAVA untuk menanyakan keadaan mereka. Pertama-tama aku mencoba menelpon mbak Christy Subono (anak keduanya Om Adrie Subono)... nyambung sih! Tapi tidak diangkat, namun aku tidak putus asa, aku mencoba nelfon orang-orang JAVA yang lain -- karena aku emang kuatir banget sama keadaan mereka. Mbak Nova Wenas maupun Mbak Yudith Arselan orang-orang Java lainnya juga sama. Baru setelah aku coba menelfon sekertarisnya Om Adrie, Mbak Ida Marpaung, aku bisa sedikit tenang. Alhamdullilah dari info yang kudapat dikatakan bahwa orang-orang di JAVA tidak kenapa-napa. Karena ledakan itu kejadiannya pagi hari pada jam 7.00, sementara biasanya mereka datang diatas jam segitu.

Syukurlah kalo begitu, paling tidak teman-teman di JAVA selamat Meskipun aku tahu, bahwa kejadian berulang ini akan meniggalkan trauma mendalam bagi mereka semua. Yah aku hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi mereka yang selamat atau terhindar dari kejadian tragis itu. Dan berdoa juga buat mereka yang menjadi korban, semoga arwah mereka diterima di sisi Allah S.W.T... amiin!

Kehilangan nyawa ini lebih membuat luka daripada sekedar kehilangan kesempatan menonton MU (Manchaster United) grup sepakbola dari Liga Inggris.

Jumat, 17 Juli 2009

Komitmen Ayah Ikangku pada Banten

By Republika Newsroom

LEBAK — Jika sebelumnya dikenal pendukung kuat isterinya sebagai Cagub Banten dari PDIP, Rocker Ikang Fauzi kini mencalonkan legislatif (caleg) DPR-RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) mewakili daerah pemilihan Kabupaten Lebak dan Pandeglang, Provinsi Banten. “Insyallah, jika saya terpilih nanti menjadi anggota DPR-RI diprioritaskan pembangunan infrastuktur di wilayah Banten,” kata Ikang Fauzi di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Selasa.
Menurut dia, saat ini sarana infrastuktur di Provinsi Banten sangat memprihatinkan, sehingga perlu adanya percepatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Misalnya, pembangunan infrastuktur jaringan air minum, sarana jalan desa hingga nasional, pemukiman, perkotaan, transportasi angkutan massal, pendidikan dan lainya.
Selain itu, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat pihaknya akan memperjuangkan membuka jalan Kereta Api dengan rel ganda (double track) antara Serpong-Merak.”Saat ini jaringan transportasi KA masih menggunakan satu rel sehingga banyak warga Jakarta enggan tinggal di daerah Banten,” ujarnya.

Ia mengatakan, dirinya apabila duduk di DPR-RI akan menangani bagian Komisi V yakni bidang sarana infrastuktur. Ikang Fauzi kelahiran Jakarta, 49 tahun lalu, itu mengaku sudah menyiapkan kiat-kita program pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten.

Apalagi, dirinya asli keturunan Rangkasbitung, tentu memiliki tanggungjawab moral untuk mengangkat kehidupan masyarakat Banten. Lelaki yang ngetop membawakan lagu Preman bergabung PAN sejak tahun 1997 bersama Amin Rais. Namun pemilihan tahun lalu dirinya tidak masuk duduk di DPR-RI. “Saat itu kami sama-sama mencalonkan legislatif DPR-RI dengan artis Dede Yusuf,” katanya.

Ahmad Zulfikar Fawzi sebagai rocker tahun 1980-an — begitu nama panjangnya — yang alumni FISIP -UI jurusan Administrasi Niaga, yang kini melanjutkan pada program MBA di UGM Jogyakarta pada Fakultas Ekonomi Bisnis yang dipimpin oleh Prof. Dr. Boediono Wapres RI kita 2009-2014 ini. Ikang FAwzi tercatat juga sebagai pengusaha Properti dan Wakil Kamar Dagang Industri (Kadin) Bidang Pemukiman. (ant/kp)

Menemani Ayah Ikang Fawzi Kampanye Buat Pak Walikota Dada Rosada-Ayi

Bandung - Kampanye pertama pasangan nomor 1 Dada-Ayi yang dimulai sejak pagi tadi masih berlangsung hingga saat ini, pukul 11.30 WIB. Artis Ikang Fawzi yang sekaligus juga adalah kader PAN dari Banten, ikut berorasi mengampanyekan pasangan nomor urut satu ini.

Dalam orasinya singkatnya, Ikang mengatakan bahwa pasangan Dada-Ayi adalah pasangan yang cocok. “Ini pasangan yang cocok. Yang satu berpengalaman dan yang satu masih muda,” kata Ikang di atas panggung, Kamis (24/7/2008).

Hanya 5 menit Ikang berorasi. Dia langsung menyanyikan lagi ‘Will Rock You’ yang dia plesetkan menjadi Dada… Dada… Ayi! Ajakan bernyanyi Ikang ke simpatisan langsung disambut. Ribuan simpatisan yang sejak pagi telah datang langsung mengikuti ritme lagu yang Ikang nyanyikan. Ikang Fawzi membawakan empat lagu dengan sangat antusiastik serta energik.

Tak ketinggalan pasangan calon juga menyampaikan orasi politiknya. Menurutnya pasangan Dada Rosada dan Ayi dalam orasinya dikatakan bahwa jika orang lain masih memberikan janji maka Dada-Ayi sudah memberikan bukti dan bukan mimpi. Dada melanjut: “Saya akan lanjutkan apa yang sudah dan sedang terlaksana. Tujuh program prioritas harus tetap diteruskan. Mudah-mudahan warga memilih Dada-Ayi dengan mencoblos kan dadanya,” kata Dada Rosada. Senada dengan pasangannya, Ayi mengajak warga Bandung untuk mencoblos nomor satu. “Kalau ada nomor nomor satu buat apa nomor dua dan tiga. Warga Bandung tidak ‘Trendi’ dan ‘Independen’ kalau tidak memilih Dada-Ayi,” kata Ayi disambut tepuk tangan dan elu-elu simpatisan yang datang dalam kampanye.

Tampak di atas panggung para pengisi acara mulai dari kyai-kyai Persis, NU dan FPI hingga komedian seperti Aom Kusman serta biduan dangdut dari grup Bungsu Bandung. Sementara jadwal Marissa Haque sang istri akan dipanggungkan minggu depan karena sedang berumroh dengan beberapa anggota timsesnya dari PPP kota Bandung dan Kota Cimahi. (afz/ern)

Jeritan Pedagang Pasar Tradisional: Tulisan Ibuku Marissa Haque

Tulisan Ibuku Membela Pedagang Tradisional di Jawa Barat Dapilnya dari PPP, 2009 Lalu.

Empatiku yang luar biasa kepada pasar tradisional ketika melihat data yang ada. Memang data ditanganku ini bukan yang paling terakhir, namun tahun 2007 bukanlah tahun yang terlalu lama telah lewat. Dimana sejumlah 4.707 pasar tradisional ditinggalkan pedagang karena kalah brrsaing dengan ritel modern dalam lokasi yang sama. Angka diatas tersebut adalah setara dengan besaran 35% dari total pasar tradisional diseluruh Indonesia. Percepatan pertumbuhan ritel modern didalam kurun waktu sangat singkat berhasil menggilas sumber pendapatan wong cilik pada lini akar rumput.

Data yang saya peroleh dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional menyatakan bahwa pada tahun 2007 jumlah total pedagang tradisional terdapat sebanyak 12.625.000 pedagang, namun pada akhir tahun 2008 tercatat tinggal 11.000.000 pedagang saja. Sehingga total dala jangka waktu hanya setahun, sebanyak 1.625.000 pedagang yang gulung tikar. Jika kondisi ini dibiarkan terus menerus dan didalam kampanye Capres dan Cawapres 2009 ini hanya ada 1 (satu) saja pasangan yang menyentuh kepentingan perlingan pada kelompok ini dapat dibayangkan tak lama lagi sebagian besar dari mereka akan mati pelan-pelan seperti apa yang pernah dijelaskan didalam teori Darwin terkait dengan istilah proper to the fittest.

Ritel Masuk Desa Tasik dan Garut, Jabar

Penyebab yang signifikan membunuh para pedagang tradisional ini adlah ketika pasar ritel modern yang tadinya hanya berada dikota-kota besar kemudian merambah tak terkendali hingga masuk kedesa-desa. Sebagai contoh adalah wilayah Dapil Jabar 10 dan 11 ketika kampanye legislatifya ng baru lalu kemarin – sekitar Garut dan Tasikmalaya. Dikota Tasikmalaya yang memiliki luas 171 km2 sekarang ini telah berdiri 9 buah supermarket dan 13 minimarket, ditambah 1 buah hypermarket yang berlokasi ddialam pusat belanja Maya Sari Plaza – sebelumnya adalah sebuah pasar tradisional. Ritel modern ini menawarkan harga jual yang jauh lebih murah serta suasana yang lebih nyaman kepada para pengunjungnya. Barang lebuh murah yang ditawarkan kepada pembeli biasanya berkisar sekitar consumer goods dan house holds dari tusuk gigi, peniti sampai barang elektronika.
Beberapa diversivikasi usaha yang merupakan SBU (strategic business unit) dari peritel ini adalah juga memproduksi sendiri beberapa produk urusan rumah tangga, antara lain seperti: kecap, kertas tisu, dan lain sebagainya dengan memakai merek mereka sendiri yang mereka sebut sebagai private label semisal yang telah diproduksi peritel asal Perancis Carrefour. Biasanya produk-produk yang diproduksi oleh peritel besar ini jatuhnya menjadi sangat murah karena mereka langsung berhubungan dengan produsen. Lama-lama mereka juga mengembangkan usaha menjadi principal, distributor sekaligus grosir. Sehingga semakin sempit dan tersingkirkan saja ruang gerak mereka yang bergerak dilini bawah terkait dengan ekonomi kerakyatan.

Kebijakan pemerintah yang meminggirkan keberadaan mereka ini, diperkuat dengan Permendag No. 53 Tahun 2008 berisi 28 buah pasal yang yang ditandatangani oleh Ibu Marie Pangestu pada tanggal 12 desember 2008, berisi pengaturan tentang pedoman penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan pasar modern. Besar harapan saya dan sebagian besar pengamat ekonomi kerakyatan agar para pasangan Capres dan Cawapres yang akan maju nanti ini ada yang dengan serius menyatakan keberpihakannya atas intervensi dari Negara kepada para pengusaha jaringan akar rumput ini demi pemerataan ekonomi berkelanjutan yang tidak sekedar mengejar growth atau pertumbuhan semata. Kalau toh ada yang meneriakkan kepentingan pemerataan baru terlihat pada iklan Bapak Prabowo Subianto semata, karena kebetulan Bapak Prabowo juga adalah Ketua dari Persatuan Pedagang Tradisonal ini.
Namun begitu Pak Prabowo bergabung dengan Ibu Megawati, apakah cerita kedepannya masih akan sama? Ini adalah peluang sekaligus tantangan yang masih belum terlihat nyata digarap dengan serius oleh seluruh pasangan Capres yang tiga pasang ini tanpa terkecuali.

Allahu Akbar! Kita belum merdeka!

Kopi dan Kenangan: Tulisan Lama Ibuku Marissa Haque

Tulisan untuk Majalah Noor, Desember 2003

My Mother Marissa Haque’s Story

Jakarta, 1 Desember 2003.

Hari ini, hari Minggu. Masih suasana liburan Lebaran. Hari-hari terakhir sebelum aku akan kembali ditenggelamkan oleh segudang target kehidupan dan masa depan. Termenung aku duduk di Musholaku. Semilir bau tanah basah bekas hujan semalam. Bunga Kembang Sepatu merah tua seakan menyapa selamat pagi untukku yang sedang enggan mandi pagi. Kupandangi kursi tua yang kududuki, warisan ibuku. Kuraba sarung jok dibawah kimono katun yang kupakai. Rasanya baru saja kuganti seminggu sebelum lebaran, tapi entah kenapa getaran kuno dari kursi tua ini selalu melambungkanku pada suatu masa kebersamaan yang hangat. Masa-masa yang terekam kuat dibawah sadarku. Orang-orang yang dekat dihati, yang telah pergi sebanyak satu generasi. Ayah Ibuku, dan keluarga besar Ibuku yang aku kasihi. Masih teringat dibenak saat kecil kami berempat—Shahnaz adikku yang terkecil belum lagi lahir—Mama, Papa, Soraya, dan aku berlibur dari pelosok kabupaten kecil di Plaju-Baguskuning, Palembang tempat ayahku bekerja sebagai karyawan Pertamina, menuju kota Bondowoso, Jawa Timur kampung masa kecil almarhumah Ibuku.

Sepanjang perjalanan dengan memakai pesawat Fokker F28, yang sudah sangat terasa mewah saat itu, kami pergi terlebih dahulu menuju Jakarta, kemudian transit melalui Surabaya diteruskan perjalanan melalui darat melewati daerah Pasir Putih, baru setelah itu tiba di Bondowoso, Jawa Timur. Kami menginap dirumah besar orang Belanda istri kedua sepupu Eyang Putriku. Karena tak memiliki anak dari perkawinannya, beliau menganggap Ibuku dan semua sepupunya sebagai anaknya sendiri. Perjalanan ini menjadi istimewa, karena tak lama setelah liburan kami, Oma Belanda itu meninggal dunia.

Ada benang merah yang membuat aku flash back kepada masa lalu. Tekstur kursi tua yang aku duduki warisan almarhumah ibuku dari rumah Belanda di Bondowoso dan aroma kopi tubruk dari cangkir yang aku gengam. Aroma ini sangat mirip dengan rekaman masa lalu bawah sadarku. Aroma yang memanggil-manggil. Ah,…wangi kopi! Bagaimana mungkin aku mengacuhkan keberadaan kopi, karena sejak diperkenalkannya di Bondowoso saat aku kecil, aku selalu ingin tahu lebih jauh. Bukan hanya karena suka akan rasa dan aromanya, akan tetapi kepada hikayat cerita yang melengkapinya. Membawa aku berkelana jauh dimasa ratusan tahun dibelakang. Oma Belanda ini sangat faham sejarah dunia, beliau juga sangat tahu nama-nama jenis kopi yang ditanam serta dibudidayakan disekitar rumah besarnya. Ya, beliau dan suaminya yang orang Jawa Timur adalah pemilik lahan luas perkebunan kopi Bondowoso saat itu.
Masih teringat bagaimana aku sambil terkantuk duduk bersandar dibahunya, mendengar dengan seksama cerita-cerita memikat. Diceritakan bahwa biji kopi yang terbaik dari Bondowoso adalah yang sudah dimakan Musang, yang keluar bersama kotorannya. Saat itu biji kopi juga bisa didapatkan dari berbagai perkebunan lain ditanah air. Antara lain dari Aceh, Medan, Toraja, Timor, juga daerah tetangganya di Jawa Timur, Jember. Biji-biji kopi yang merah tua itu disimpan dalam karung goni digudang selama lima sampai tujuh tahunan. Biji- biji tersebut kemudian dijemur dibawah sinar matahai selama minimal tujuh jam. Setelah itu ditumbuk, disangrai, setelahnya digiling. Wah, bahagianya aku dapat membayangkan seluruh proses produksinya. Bahan informasi awal inilah yang membuat aku hari ini bersiap- siap “pulang kampung” ke Bondowoso, bernostalgia tentang keberadaan lingkungan perkebunan kopi tersebut terutama melihat kondisinya setelah terkena landreform beberapa belas tahun yang lalu, serta melihat kemungkinan membuat film dokumenter tentang Kopi Arabika asal Jawa Timur.

Cerita sang Oma semakin memikatku, apalagi setelah diperkaya oleh hikayat perdagangan yang dilakukan orang-orang Belanda di Nusantara sebelum sang Oma lahir, kerjasama yang didasarkan secara berat sebelah oleh Kompeni, orang-orang bumi putra yang merebut kembali kekuasaan tanah ulayat milik adat, serta percintaan “terlarang” nya dengan Eyang Kakung yang tidak utuh kuserap karena faktor usia. Kuingat Soraya sudah asyik terlelap dikasur lebar, dikaki Oma Belanda bersama para sepupu yang lain.

Sang Oma juga membagi resep, beliau mengatakan bahwa baginya usaha kopi sangat kaya seni. Seluruh proses produksi—diluar pembudidayaan kebun—dipegangnya sendiri. Ia berprinsip menjual kopi yang harus fresh. “Cara” baginya adalah sangat penting, jumlah bukan bidikan pertama. Setiap kesalahan berproses adalah proses belajar itu sendiri, kata beliau. Kata-kata ini juga yang selalu terekam dibawah sadarku, bahwa sebuah proses belajar tidak ada yang instant. Hasil akhir biarkan menjadi misteri, yang penting adalah menikmati proses belajarnya. Karena belajar itu asyik. Harus proaktif mendatangi beberapa pakar, tidak malu untuk bertanya, serta menjalin silaturahmi berkala kepada siapa saja yang bermurah hati untuk membagi ilmunya—karena menurut beliau didunia ini tidak banyak orang ikhlas yang tulus mau berbagi ilmu pada sesama.

Dan detik ini, aku lupa bahwa aku belum menyiapkan sarapan apapun untuk keluargaku. Bik Inah pembantu yang sudah ikut puluhan tahun di dalam keluargaku masih pulang kampung, belum balik lagi. Jadi sebenarnya inilah saat yang paling tepat bagiku untuk mengekspresikan rasa cinta pada keluarga melalui perut. Salah satunya adalah dengan menuangkan kopi dalam cangkir-cangkir keramik biru kesayangan. Yang sedikit besar untuk Ikang suamiku, sementara ukuran sedang untuk Mertuaku. Anak-anakku menyukai rasa kopi didalam campuran Mocca Cream dalam mug besar. Aku ingin meneruskan kebiasaan berdiskusi ringan dengan mereka semua dimeja makan. Tentang apa saja. Tentang headline dikoran hari ini, tentang Politik, Ekonomi, atau Sosial dan Budaya. Bila diskusi tidak nyambung, tidak mengapa. Aku ingin menciptakan suasana cerdas dimeja makan. Juga penting membina kebiasaan mengutarakan pendapat dengan cara yang santun dan terasah. Mertuaku yang mantan Diplomat Karir biasanya menjadi mentor informal. Sehingga Kopi bagiku bukan sekedar minuman belaka, tetapi juga adalah perekat tali emosi didalam keluarga.

Sementara itu diluar rumah, aku sering sekali memilih Coffee House atau Coffee Lounge sebagai meeting point walau sekedar social chat demi menyambung silaturahmi. Lebih serius lagi sering pula menjadi tempat membina relationship dengan relasi bisnis.

Kopi memang selalu menarik. Semenarik harumnya yang selalu membuat orang mau tidak mau—walau sekedar hanya untuk menghirup aroma— menyita minimal satu atau dua detik untuk menikmatinya.

Aroma Kopi, bagiku adalah aroma cerdas dan elegant.

Aku Anak Sulung Ikang Fawzi dan Marissa Haque

Saya adalah anak tertua pasangan Ikang Fawzi dan Marissa Haque. Saya memiliki satu orang adik perempuan yang sekarang sedang kuliah di Malaysia. Namanya Marsha Chikita Fawzi.

Ceritaku Tentang Minat Berbahasa & Mengajar PAUD

Berawal dari Buku Cergam Bilingual
Sejak kecil ibuku Marissa Haque rajin menjejali aku dan adikku – kami hanya berdua perempuan semua (Chikita Fawzi namanya) – dengan berbagai buku bilingual (dwi bahasa Indonesia-Inggris). Kebetulan disaat itu Ibu Icha (demikian nama panggilan kesayangan kami untuknya) sedang menyelesaikan pendidikan master pertamanya di Universitas Katolik Atmajaya Jaya dengan jurusan Psiko-linguistik dengan Kekhususan Bahasa Inggris untuk Pendidikan Anak-anak Cacat/Tuna-rungu. Disaat itu aku dan adikku sangat ingat bagaimana Ibu Icha menabung setiap sepluhan ribu honor main film-nya serta menjadi model foto majalah serta iklan yang kemudian menjadi sisa anggaran belanja dapur rumah kami agar dapat membeli multi-vitamin dan minyak ikan Scotts Emoltion serta buku cergam dua bahasa. Seingatku pula, yang paling sering dibawa pulang buku-buku terbitan Mizan Publisher, Bandung. Bahkan ada tokoh kartun seekor kucing kecil cerdas dan jenaka bernama Si Mio yang tak pernah kulupakan coretan buah karya Kak Andi Yudha sang ilustratornya.

Puisi Awal Temuan Bunda Neno Warisman
Setiap pertemuan dengan banyak teman-temannya ada yang selalu kuingat dari Ibu Icha adalah selalu bercerita membanggakan salah seorang kawan karibnya yang bernama Neno Warisman – seorang aktivis pendidikan dunia anak yang sekaligus penyanyi terkenal itu. Ibu Icha selalu menyatakan bahwa tanpa temuan Bunda Neno atas puisi karyaku didalam serbet kertas untuk tamu itu disalah satu tong sampah kering didapur listriknya, Ibu Icha tidak mungkin dapat mengetahui bakat keberbahasaanku. Bahkan Ibu Icha selalu mendoakan agar disuatu saat setelah dewasa kelak aku mampu actual dibidang Seni Sastra dan Bahasa termasuk dunia ajar-mengajar terkait dengan languages. Secara bercana Ayah Ikang dan Mama Uttie sering ‘mengolok’ sayang agar kelak aku dapat kesempatan memenangkan hadiah Nobel dibidang Sastra untuk Indonesia…

Kuliah di FIB-Universitas Indonesia
Menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia adalah mimpi besarku saat duduk dibangku SMU Bhakti Mulia, Jakarta Selatan. Aku melihat Ayah Ikang Fawzi-ku tercinta sangat dibanggakan kedua orangtuanya disaat masih hidup karena sekeluarga besarnya sebagian besar alumni UI. Ayah Ikang sendiri adalah alumni FISIP-UI jurusan Administrasi Niaga, Uwak Ade Fawzi lulusan Fakultas Teknik Arsitektur-UI, dan Bi Didang adalah lulusan Fakultas Psikologi-UI, hanya Mama Uttie kakak tertua Ayah Ikang yang lulusan Akademi Sekretaris di Tokyo, Jepang disaat mereka tinggal di Negeri Sakura tersebut. Walau Mama Uttie Tangkau-Fawzi bukan lulusan UI, namun kemampuan Bahasa Jepang dan Perancis-nya luar biasa anggun serta lancar dimana sejak saat kecil aku selalu terpesona menyaksikannya. Ibu Icha menyatakannya sebagai eloquent begitu. Jadi bukan sekedar fluent semata. Tak ketinggalan tentunya faktor penentu dari Kakekku tercinta yang baru saja almarhum yang bernama Fawzi Abdulrani yang mantan Duta Besar Indonesia Berkuasa Penuh dizaman Presiden Soeharto. Dato’ Fawzi – demikian kami memanggilnya sayang – adalah inspirasiku pertama dan utama. Berbahasa dengan santun serta ‘berisi’ dengan gesture tubuh (semiotika) yang berkelas ditambah semantika yang advance menjadi tuntunan sampai aku lulus dari FIB-UI awal tahun ini. Walau Dato’ Fawzi telah tiada, namun spirit kemampuan diplomasi dan keberbahasaannya tertanam subur didalam diriku. Proses internalisasi kemampuan berbahasa tersebut aku rasakan sebagai sedikit kemewahan hidup titipan Allah didalam kehidupanku didunia ini. Terimakasih banyak Ya Allah…

Menjadi Ibu Guru PAUD
Atas jasa beberapa teman mantan finalis Abang-None Jaksel kemarin, aku mendapatkan kesempatan menjadi ibu guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau aku sering mengungkapkannya sebagai Early Child Education. Aku sangat menikmati peran pada target hidup anatarku ini. Memang menjadi Ibu Guru PAUD bukanlah target akhir hidupku nanti. Ada entry point lain yang ingin kujajaki, yaitu menjadi anchor atau pembawa acara ditelevisi. Karenanya sekarang ini aku sedang serius melakukan persiapan memasuki wilayah FISIP-UI dijurusan Komunikasi. Aku sangat ingin menjadi ahli komunikasi. Kata banyak orang kalau aku berbicara dalam Bahasa Inggris baik dan benar, termasuk juga Bahasa Mandarin-ku bahkan walau belum terlalu lancar sebenarnya.

Disaat mengajar menjadi Ibu Guru PAUD, kesabaranku benar-benar terasah. Awalnya aku agak bingung juga menghadapi alam pikir bawah sadar para batita tersebut (bawah tiga tahun). Mereka seakan memiliki dunia tersendiri yang mungkin kupikir sulit untuk ditembus. Namun semakin lama dengan bertambahnya jam terbangku mengajar, aku semakin enjoy dan teramat-sangat menikmati pekerjaan pada target antaraku ini. Rupanya kesenangan mengajar rakyat yang termarjinalkan semacam kelompok masyarakat diffable tunarungu dari Ibu Icha – bahkan saya sering mengikuti Ibu Icha saat Pilkada Banten kemarin dikampung Mbah Yuya-ku di Lebak dan Pandeglang, Banten mengajar masyarakat miskin yang memakan nasi aking dengan berdoa dalam Bahasa Indonesia-Arab-Inggris. Uniknya, dengan kesabaran tinggi para ‘murid’ Ibu Icha tersebut mampu menyerap apa yang diajarkannya walaupun santai kesannya sembari bercanda namun sebenarnya fokus dan serius.

Ibu Icha dan Ayah Ikang serta seluruh keluarga besar Fawzi dan Haque adalah sinar matahari pagiku… inspirasiku yang sangat luar biasa… selamanya… sampai hayat dikandung badan. Apa yang telah mereka wariskan padaku, hari ini aku wariskan ulang kepada para murid-murid kecil-ramai-menyenangkan ini. Kata Ibu Icha itulah bakti kita kepada ummat dan Indonesia. Terimaksih Ibu Icha… terimakasih Ayah Ikang… terimakasih Dato’ Fawzi Abdulrani yang selalu kucintai…

Ya Allah, alhamdulillahirrabilalamiiin…

My Name is Isabella Fawzi



My name is Isabella Muliawati Fawzi. I am the eldest daughter of Ikang Fawzi and Marissa Haque.

I graduated from University of Indonesia.